Tentang Keberuntungan

Daftar Isi artikel ini [Tampil]
Petasan di bulan puasa

September tahun 2007, tepat saat bulan ramadhan tahun itu. Gue baru berumur sekitar 12 tahun dan masih duduk di kelas 1 sekolah menengah pertama. Sepulang sekolah, gue biasa bermain di lapangan komplek bapak-bapak tentara Koramil Ciwidey.

Kalo sore hari, kadang bapak tentara ini suka ngasih petasan ke gue secara cuma-cuma alias gratis.

Petasan itu didapat dari hasil razia oleh anggota Koramil ini, dan hebat nya sebagian hasil razia itu di kasihin ke gue, Jenius. Petasan itu tidak semua gue bakar, kadang suka gue kumpulin di rumah untuk selanjutnya gue jual kepada anak-anak sekitar.

Petasan itu gue sortir dan dibagi beberapa kelompok, lalu dibungkus dengan menggunakan pelastik ukuran kecil yang biasa dipake untuk membungkus sambel, gimana udah kebayang?

Dengan begitu, petasan yang akan gue jual ke anak-anak lebih terlihat rapih dan layak jual, setiap bungkus berisi sepuluh petasan dengan warna yang sama. Sebungkusnya dijual seharga 700 rupiah lebih murah 300 rupiah dari pedagang aslinya, namun jika ada yang membeli tiga bungkus sekaligus, gue akan lepas dengan harga dua ribu rupiah.

Itulah pelajaran ekonomi pertama yang gue pelajari secara tidak sadar. Diskon.

Petasan-petasan yang telah terkemas rapih itu gue jual dari mulut ke mulut, sengaja seperti itu soalnya ngeri juga kalo ketauan bapak tentara nanti yang ada mau untung malah bisa nombok. Hanya sedikit petasan yang gue dapet setiap harinya, tapi selama satu bulan puasa hampir setiap hari gue dapat pasokan barang haram itu, dan tidak pernah putus.

Kadang suka mikir dosa gak yah gue jualan beginian, tapi semua itu masih terlalu dini untuk anak kelas satu SMP.

Gak heran, waktu gue seumuran itu, gue udah bisa mandiri, ini ditandai dengan gue bisa beli bola plastik sendiri dari hasil jeri payah jualan petasan itu. Namanya uang dari hasil gak baik, pasti ada aja tiap hari malapetaka yang datang menghampiri. Kadang bola nya kempes, nyangkut dipohon, sampai hanyut di sungai. Terus aja begitu, sampai dalam seminggu bisa 3 kali ganti bola.

Disitu juga gue belajar tentang hukum karma “hasil tidak akan menghianati prosesnya”  gue sadar dapet uang itu dari hal yang nggak baik dan itulah jawaban kenapa gue sampai jadi langganan bola sepak di warung.

Gue gak mau terjerumus lingkaran setan ini lagi!

Gue akan berubah!

***

Sebuah teriak terdengar di telinga gue.

“Adhaan! Petasannya masih ada ?” Kata lukman temen gue.

“Udah gak jual lagi man” Mencoba mengalahkan nafsu diri gue, yang sebenernya pengen banget jual.

“Yaah... daritadi udah nyari tapi gak ada yang jual eung, padahal kalo ada tadinya gue mau beli 10 bungkus, Dan!” Kata lukman sambil menjelaskan.

“Yaudah, sebentar ada kok.. Cuman harga nya agak mahal ya 1500 per bungkus.” Dan akhirnnya gue mengaku kalah juga dengan nafsu yang menggebu akan kesempatan emas ini.

“Ah, mahal banget. Biasanya gak segini.”

“Iya man, soalnya ini barang baru, jadi agak mahal sedikit. Lagipula harus gue ambil dulu lumayan jauh” Gue berkelit

Dengan sedikit kesal akhirnya si Lukman pun mau membayar petasan gue dengan harga dua kali lipat satu bungkusnya.

“Yaudah, gue ambil sepuluh bungkus ya. Kasih bonus ya?”

Gue pun tersenyum dan langsung mengambil 10 bungkus petasan yang dari tadi gue sembunyiin dibalik kolor celana.

“Tadi katanya harus ngambil dulu Dan? Kok ada di kolor mu Hih!”

“Hehe iya, tadi gue asal bicara aja Man.”

“TAE!”

“Mhehe.. Yaudah makasih ya Man” kata gue sambil ngambil uang lima belas ribu dari si Lukman.

Hampir setiap hari sesudah adzan magrib gue kebanjiran order petasan, setiap hari selepas senja petasan di saku sudah habis terjual dan menghasilkan uang yang berlimpah.

Hari itu gue belajar ilmu ekonomi kedua dalam hidup gue. “ketika penawaran tebatas, dan permintaan tetap atau meningkat, harga akan melonjak naik.”

Dua teori yang membuat gue tertarik dengan Ekonomi.

Pelajaran ketiga yang gue dapat di hari itu (dan selanjutnya) adalah sebuah kesempatan dan keberuntungan. Gue sadar bahwa semua orang sama, nggak ada yang miskin atau kaya namun yang ada adalah kesempatan, kita semua sama memiliki kesempatan itu, ini hanya tentang bagaimana mereka memanfaatkan kesempatan itu menjadi sebuah keberuntungan.

Hari itu gue beruntung.

Dapat petasan secara gratis dan bisa dijadikan feedback yang cukup mengesankan bagi gue dulu.

Kebiasaan ini berlanjut hingga SMK.

Waktu gue sekolah SMK, gue pulang hampir tiap hari kebanyakan malam hari dalam seminggu bisa sampai tiga kali, percis seperti dulu langgangan bola plastik. Memang aktif di OSIS begitulah resikonya, sepulang sekolah selain mengerjakan tugas sekolah, waktu luang yang ada gue bunuh dengan mengerjakan program rencana kerja OSIS SMK terkadang sampai harus nginep di ruang UKS Sekolah.

Pernah gue bertanya pada diri sendiri ”Kenapa gue harus sekolah dan ngerjain kegiatan ini bersamaan sampai pulang tengah malem, saat sebagian siswa lain sudah tertidur?” Namun entah kenapa, ada suara kecil dalam hati muncul seolah meyakinkan.

“Semua akan berbuah manis pada waktunya. All of your hard works, it will be paid off.”

Dan sepanjang hidup gue, berulang kali orang meremehkan dan menilai gue. Sebenernya hal ini gak masalah buat gue. People judge people. Orang akan selalu menilai lo meskipun gak tau gimana kondisi sebenernya.

Keberuntungan kadang sering kali dijadikan alasan untuk menihilkan kerja keras seseorang.

“Gila, lo beruntung banget bisa sukses jadi ketua pelaksana acara open house SMK!”

“Wah, hoki banget lo Dan bisa jadi tiga lulusan terbaik!”

“Sekarang udah kerja di dunia Jurnalis Dan? Enak banget lo!”

Hanya sebuah tarikan napas panjang dan senyum merekah yang bisa gue berikan kepada mereka.

“Iya, kebetulan lagi beruntung aja gue hehe”

Karena sukses adalah 99% kerja keras dan 1% keberuntungan.

–Ramadhan Ginanjar inspired by Tirta RomeoGadungan



Rekomendasi Untuk Kamu × +

Langganan segera, jangan sampai tertinggal postingan dari Jejakumurku. Yang berlangganan semoga murah rejeki aamiin.

Rekomendasi Untuk Kamu × +

2 Responses to "Tentang Keberuntungan"

  1. Ramadhan in Ramadhan, it makes me flashing back and fudge i was also fudging lucky, too. dan petasan memang selalu menarik untuk dibahas yaaaaa. I mean isinya kenangan indah masa kecil yang uchhh banget hahahaha. Nice writing!

    ReplyDelete
    Replies
    1. yay.. makasih mey udah baca tulisan ini. Petasan, benda berbahaa namun tetap asik dimainkan. It Works :-D

      Delete

Kemon komen dong biar makin rame. Biar berasa ada yang baca sih wkwk

nb : yang mau komentar harus punya akun gmail.